Kamis, 06 Oktober 2016

Pembenihan kentang G0 Varietas Granola Hasil kultur Jaringan

Kentang adalah salah satu tanaman hortikultura yang memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan diIndonesia. Saat ini dari tahun ketahun jumlah konsumsi kentang nasional semakin meningkat dari tahun ketahunnya. Oleh karena itu dibutuhkan teknik perbanyak benih kentang yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakan. Salah satu teknik perbanyakan yang sangat bagus adalah teknik kultur jaringan. Kelebihan dari teknik kultur jaringan yaitu dapat memperoleh bibit kentang dengan jumlah yang banyak dengan waktu yang relatif singkat dan tahan terhadapa hama dan penyakit. Berikut ini adalah dokumentasi pembenihan kentang dari hasil teknik kultur jaringan UPTD Hortikultura Loka Kabupaten Bantaeng.

Kentang Varietas Granola Usia 4 pekan

Kentang varietas granola usia 4 pekan

Kentang varietas granola usia 4 pekan

Kentang varietas granola usia 2 pekan

Kentang varietas granola kurang lebih 1 bulan

Kamis, 14 April 2016

Masamba: Bola Salju diPegunungan Loka Bantaeng

Bagi Masyarakat yang hidup diwilayah Sulawesi mengenal bunga ini dengan sebutan Bunga Masamba. Bungan ini dikenal dengan Bunga Hortensia, sedangkan dalam bahasa melayu dikenal dengan bunga tiga bulan. Keindahan bunga ini pada bentuk bunganya yang menyerupai bula salju, warna bunga yang menarik serta kelopak bunga yang indah dengan bentuk bintang.


Masamba atau Hortensia (Hydrangea) adalah nama genus dari 70-75 spesies tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia), Amerika Utara dan Amerika Selatan. Sebagian besar spesies berasal dari Jepang dan Tiongkok. Tanaman semak dengan tinggi 1 sampai 3 meter, tapi ada juga yang merambat di tanaman lain hingga mencapai ketinggian 30 meter. Liat gambar dibawah ini, tuh kan mirip bola salju


Bunga berwarna putih pada sebagian besar spesies, tapi beberapa spesies terutama H. macrophylla mempunyai bunga yang bisa berwarna biru, merah, merah jambu, atau ungu bergantung pada tingkat pH tanah. Sewaktu masih kuncup, bunga berwarna hijau, berubah menjadi putih, sewaktu mekar berwarna biru muda atau merah jambu yang secara bertahap berubah menjadi warna-warna yang lebih tua tua (biru tua atau merah) sebelum bunga rontok. Salah satu keunikan dari bunga ini juga warna bunga dapat berubah tergantung tingkat asam basa media tanah yang digunkan utnuk tumbuh tanah yang bersifat asam menghasilkan bunga berwarna biru, tanah pH normal menghasilkan bunga berwarna putih krem, dan tanah yang bersifat basa menghasilkan bunga berwarna merah jambu atau ungu. Bunga Masamba merupakan salah satu dari tanaman yang pada daun bunga mengumpulkan unsur aluminium yang dilepaskan tanah yang bersifat asam sehingga bunga menjadi berwarna biru.
Pada Umumnya bunga ini dapat tumbuh subur didaerah beriklim sejuk, tapi tidak menutup kemungkinan dapat tumbuh didaerah dataran rendah tetapi akan menghasilkan bunga dalam waktu yang sangat lama.
Bunga hortensia bersifat sedikit beracun jika dimakan karena semua bagian tanaman mengandung glukosida sianogenik atau senyawa yang mengandung gugus CN (sianida) dalam kadar tertentu dapat berracun bagi tumbuh manusia, walaupun demikian jarang ada kasus keracunan karena tanaman ini tidak kelihatan enak dimakan. Daun dan akar tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Gambar ini juga mirip bola salju.


Adapun Beberapa Manfaat Bunga Masamba bagi kesehatan adalah sebagai berikut:

Dapat digunakan untuk membuat teh herbal seperti yang biasa dilakukan pada beberapa upacara keagamaan
Akar, batang, daun dan bunganya dapat digunakan sebagai obat diare
Ekstrak daun masamba mampu menghambat parasit penyebar malaria
Dapat mengobati kebotakan pada rambut
Daun dapat dipakai sebagi obat diabetes, antimikrob, dan sebagai zat hepatoprotektor.

Rabu, 13 April 2016

Pesona Anggrek Bulan

Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) atau puspa pesona adalah salah satu bunga nasional Indonesia. Pertama kali ditemukan oleh seorang ahli botani Belanda, Dr. C.L. Blume. Tanaman anggrek ini tersebar luas mulai dari Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua, hingga ke Australia. Cara hidupnya secara epifit dengan menempel pada batang atau cabang pohon di hutan-hutan dan tumbuh subur hingga 600 meter di atas permukaan laut. Daunnya berwarna hijau dengan bentuk memanjang. Akar-akarnya berwarna putih dan berbentuk bulat memanjang serta terasa berdaging. Bunganya memiliki sedikit keharuman dan waktu mekar yang lama serta dapat tumbuh hingga melebihi diameter 10 cm (Wikipedia).
Balai Benih Hortikultura Loka Kabupaten Bantaeng mengembangkan produksi anggrek bulan, selain karena dapat tumbuh subur diatas 600 meter yang sesuai dengan lokasi pengembangan, tanaman hias ini juga memiliki pesona tersendiri yang membuat banyak orang tertarik. Tanaman hias ini juga masih sedikit yang dikembangkan diwilayah sulawesi. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan ketika merawat tanaman ini:
  1. Teknik Pemberian Pupuk
    Cara pemberian pupuk sebaiknya digunakan setiap dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00-08.00 dan 16.00-18.00 waktu ini adalah waktu yang tepat pemberian pupuk karena waktu-waktu tersebut saat terbukanya mulut daun (stomata ), sehingga nutrisi yang anda berikan dengan mudah dapat memasuki jaringan daun. Sedangkan pukul 09.00 hingga 15.00 terjadi proses fotosintesis atau pematangan zat-zat tanaman yang di sebarkan dari jaringan daun ke bagian tanaman lainnya sehingga waktu tersebut bukan waktu yang tepat.
  2. Teknik Penyiraman
    Anggrek Bulan termasuk tanaman epifit (hidup menempel pada pohon lain), pada dasarnya tumbuhan ini kurang menyenangi air yang melimpah bahkan sampai menggenangi akar yang menyebabkan tumbuh suburnya jamur dan menyebabkan daun menjadi bercak-bercak. Oleh karena itu, ketika menyiram tanaman ini sebaiknya jangan terlalu banyak yang dapat menyebabkan akar membusuk sehingga tidak dapat melakukan transpirasi dengan baik. Anggrek bulan tumbuh subur pada suhu 13 derajat celcius hingga 17 derajat celcius dimalam hari dan 18 derajat celcius hingga 22 derajat celcius pada siang hari, agar dapat menjaga kelembaban udara, bisa dengan cara membuat wadah air disekitar area pot agar terjadi penguapan alami dan kelembaban disekitar anggrek terjaga sehingga bunga yang kita harapkan dapat tumbuh dengan sempurna.
  3. Intensitas Cahaya
    Anggrek bulan termasuk dalam tanaman anggrek monopodial yang menyukai sedikit cahaya matahari sebagai penunjang hidupnya. Oleh karena itu kebutuhan terhadap cahaya langsung sangat dihindari atau jangan ditempatkan ditempat yang terlalu terbuka dan memiliki sinar matahari langsung yang sangat banyak. Bunga jenis ini biasanya hanya membutuhkan 20% hingga 30% sinar matahari, jika sinar matahari yang terlalu banyak dapat menyebabkan kerusakan. Biasanya ditandai dengan munculnya warna merah kecoklatan pada permukaan daunnya seperti terbakar. Kekurangan cahaya pun berefek tidak baik pada pertumbuhan anggrek bulan. Biasanya daun akan layu warna kuning pucat dan jika tidak segera diatasi daun akan rontok. Oleh karena itu penempatan anggrek bulan perlu diperhatikan agar memperoleh intensitas cahaya sesuai dengan kadar kebutuhannya. Menempatkan anggrek bulan menghadap ketimur juga salah satu cara agar mendapatkan intensitas cahaya yang baik karena cahaya matahari pagi sangat baik untuk pertumbuhan untuk bungan dan sebagai nutrisi alami.
Itulah tadi sedikit informasi mengenai anggrek bulan semoga bermanfaat.

Rabu, 06 April 2016

Tips mengetahui kesuburan tanah

1. Menanam jagung pada tanah itu.
Jagung adalah tanaman yang dapat dijadikan indikator bahwa tanah tersebut adalah tanah yang subur. caranya dalah dengan menanam jagunga tanpa diberi pupuk. Jika tanaman jagung tersebut dapat rumbuh dengan baik dan subur, maka tanah tersebut adalah tanah yang subur karena dapat memenuhi kandungan hara yang dibutuhkan oleh jagung. Akan tetapi, jika tanaman jagung yang ditanam bertumbuh kurus dan kerdil maka, tanah tersebut kurang subur.  
















2. Memperhatikan rerumputan
Rerumputan termasuk ilalang, yang tumbuh di atas tanah itu. Jika rumput dapat tumbuh dengan subur hijau royo-royo, maka dapat dipastikan bahwa tanah tersebut memiliki banyak unsur hara dan tanah itu subur. Sebaliknya jika rerumputan yang tumbuh kelihatan menguning dan kerdil serta rumput yang tumbuh jarang-jarang maka tanah tersebut kurang subur. Bila rumput tumbuh subur sedangkan tanaman tidak subur, maka yang kurang biasanya hanyalah air.



3. Menggunakan Kunyit
pH tanah merupakan salah satu faktor kesuburan tanah. cara sederhana mengetahui pH tanah dengan menggunakan kunyit. caranya ambil kunyi sebesar jari telunjuk Potong jadi dua Salah satu potongan kunir tadi, masukkan kedalam tanah basah yang akan kita ukur pH nya Tunggu sampai kira-kira sengah jam (30 menit) Ambil kunir tesebut dan lihat warna bagian potongan kunir tersebut Jika warna bagian yang terpotong tadi pudar berarti tanah kita asam. pH tanah kita netral jika hasil potongan tadi berwarna tetap cerah. Akan tetapi jika warna kunir tadi biru berarti tanah kita cenderung basa.



4. Melihat Keberadaan Cacing Tanah. 

Cacing tanah bisa menjadi indikator kesuburan tanah, karena sebagian besar bahan tanah mineral yang dicerna cacing tanah dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk nutrisi yang mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, kotoran cacing tanah juga kaya unsur hara. Pasalnya, aktivitas cacing tanah mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P, dan K di dalam tanah. Cacing tanah juga bermanfaat memperbaiki aerasi dan drainase di dalam tanah sehingga tanah menjadi gembur, serta membantu menguraikan bahan organik di dalam tanah dan memperbaiki struktur tanah. Dengan demikian semakin banyak cacing tanah yang ada dalam tanah maka semakin subur tanah tersebut.



5. Plastik Pengukur Bahan Oganik. 

Kesuburan tanah bisa diukur dari banyaknya bahan organik atau C-organik yang tersedia dalam tanah. Ada cara mudah untuk mengukur kandungan bahan organik dalam tanah, yaitu dengan menggunakan plastik panjang. Caranya, siapkan plastik panjang 1 meter, ambil sampel tanah di beberapa titik lokasi dalam lahan, kemudian campur tanah itu hingga merata. Ikat salah satu ujung plastik dan masukkan tanah hingga setengah panjang plastik. Masukkan air hingga penuh kemudian ikat ujungnya. Kocok sampai tanah itu merata, gantung platik pada tiang dan biarkan 1-2 jam. Setelah benar-benar mengendap akan terlihat komposisi Humus akan berada pada lapisan tanah paling atas dan berwarna hitam, di bawahnya ada lapisan debu dan lempung, dan paling bawah adalah kerikil dan pasir. Semakin tebal lapisan bahan organik maka semakin subur tanah tersebut.







Sabtu, 02 April 2016

Pemeliharaan Planlet di Tempat Aklimatisasi

Agar tetap dapat hidup normal, planlet yang telah ditanam di media aklimatisasi (lingkungan lapangan) harus dipelihara dengan baik. Pemeliharaan tersebut meliputi kegiatan pembukaan sungkup, pengairan, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).
1. Pemeliharaan yang kaitannya dengan pembukaan sungkup dilakukan sedemikian rupa agar planlet dapat beradaptasi dengan kelembaban udara lingkungan lapang yang biasanya lebih rendah. Pengadaptasian tersebut dilakukan dengan cara mengurangi kondisi kelembaban di lingkungan hidupnya dengan pembukaan sungkup aklimatisasi secara bertahap. Perubahan kondisi kelembaban lingkungan secara bertahap tersebut akan meningkatkan kemampuan planlet hidup pada kondisi lingkungan lapangan tanpa mengalami stres yang berat.















2. Media tanam planlet pada prinsipnya harus selalu lembab sehingga kebutuhan air untuk proses pertumbuhan tanaman dapat terus terpenuhi. Penyiraman pada planlet sebaiknya dilakukan dua kali sehari. Penyiraman berguna untuk melarutkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan menjaga kondisi kelembaban media. Penyiraman tersebut akan menjaga ketersediaan uap air pada sore hari karena persediaan uap air hasil penyiraman pada pagi hari sudah habis dimanfaatkan tanaman dan sebagian menguap ke lingkungan di siang harinya. Penyiraman tidak boleh berlebihan karena akan dapat menyebabkan terjadinya kebusukan pada planlet akibat serangan jamur atau bakteri.

3. Pemeliharaan planlet di lapangan juga dilakukan dengan pengaturan intensitas cahaya matahari sekitar 40-50 %. Hal ini berguna untuk mengadaptasikan planlet yang biasanya hidup di dalam laboratorium yang cahayanya hanya diperoleh dari lampu TL. Perubahan intensitas cahaya yang drastis mencapai 75 % akan menyebabkan stres pada planlet dan dapat mengakibatkan kematian. Planlet pada saat umur berkisar antara 5-7 hari setelah penanaman dapat diberikan intensitas cahaya sampai 70 %. Pengadaptasian planlet terhadap intensitas cahaya yang tinggi atau penuh dapat dilanjutkan sampai planlet hidup dan tumbuh normal pada kondisi lapangan.

4. Pemupukan untuk meningkatkan pertumbuhan planlet dapat dilakukan sekitar satu minggu setelah penanaman planlet. Pupuk yang dianjurkan adalah pupuk daun seperti Hyponex, Gandasil, atau Bayfolan. Tujuan dari penggunaan pupuk daun adalah agar pupuk yang diberikan dapat langsung diserap oleh daun untuk pertumbuhan tanaman. Pemupukan dapat dilakukan sekali dalam seminggu. Aplikasi pupuk daun biasanya menggunakan hand spayer atau knapsack sprayer jika skala penanamannya lebih luas. Pemupukan tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan aplikasi pestisida apabila ditemukan serangan hama dan penyakit pada planlet yang dipelihara di tempat aklimatisasi.
(Sumber: Petanihebat.com)

Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Kultur Jaringan

1. Genotipe Tanaman

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur.
Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.

2. Media Kultur

a. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun embryogenesis.



b. Komposisi hormon pertumbuhan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.



c. Keadaan fisik media.
Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat, selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap, dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur, eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan, agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi, dan perlu waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.

3. Lingkungan tumbuh

a) Suhu
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur in vitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C siang dan 24°C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.


b) Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.

c) Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah.
Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.



4. Kondisi Eksplan

Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.
Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil.
Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.



Sumber: fransmargint.blogspot.co.id/